Tidak Boleh Ada Perusahaan Tambang Kebal Hukum, DPRD Sumsel Sepakat Izin Usaha Musi Prima Coal Dicabut

Berita, Sumsel3032 Dilihat

pilarsumsel– Usai menggelar aksi di Kantor Gubernur Sumsel, massa Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Lestari (Kawali) Sumsel melanjutkan aksinya di Gedung DPRD Sumsel, Senin (29/8).
Di gedung wakil Rakyat tersebut, mereka mendesak anggota DPRD Sumsel untuk ikut mengawal tuntutan mereka yakni mencabut izin operasional PT Musi Prima Coal dan Lematang Coal Lestari serta PT GHEMMI yang beroperasi di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim.
Massa aksi diterima langsung oleh anggota Komisi IV DPRD Sumsel, Iwan Hermawan. Politisi Partai Hanura ini menyebut akan segera menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan Kawali Sumsel. “Segera akan kami tindaklanjuti. Kamis (1/9) ini, kami akan menggelar rapat untuk membahas ini,” katanya.
Dia menuturkan, perusahaan perusak lingkungan sudah sepantasnya mendapat sanksi. Sesuai dengan UU lingkungan hidup, pelanggar dapat dikenakan sanksi baik secara administratif maupun pidana.
“Tidak boleh ada perusahaan yang kebal hukum. Apabila ada yang merusak lingkungan hidup, akan mendapat sanksi baik administratif hingga pidana penjara,” ucapnya.
Pria yang maju dari Dapil Sumsel 5 ini menjelaskan, proses hukum terhadap perusak lingkungan tidak membutuhkan delik aduan. “Tinggal mengadukan saja,” ucapnya.
Dijelaskannya, DPRD Sumsel pada prinsipnya menyepakati apabila dilakukan penutupan terhadap izin perusahaan tambang maupun sektor lainnya yang terbukti melakukan pencemaran lingkungan ataupun pelanggaran lainnya.
“Saya sepakat perusahaan yang seperti itu (perusak lingkungan) harus dicabut izinnya. Kami juga akan ke lapangan untuk menindaklanjuti laporan kawan-kawan,” tegasnya.
Sementara itu, Sekjen Kawali Sumsel, Kevin menuturkan, tuntutan untuk mencabut izin maupun menutup operasional perusahaan bukanlah tanpa alasan. Sejak beroperasi melakukan penambangan, sindikasi ketiga perusahaan tersebut telah mendapat beragam sanksi dari aparat penegak hukum.
Setidaknya terdapat tujuh sanksi yang telah diterima oleh sindikasi ini. Seperti sanksi penghentian sementara aktivitas pertambangan dari Gubernur Sumsel melalui Kepala Dinas ESDM pada tahun 2016. Sanksi dari Gakkum Kementerian LHK akibat penimbunan Fly Ash Bottom Ash (FABA) pada tahun 2018.
Sanksi dari Gubernur Sumsel untuk pemulihan atas kerusakan lingkungan akibat penutupan Sungai Penimur yang berdampak pada masyarakat Payu Putat, Prabumulih pada 2018. Sanksi dari Kementerian PUPR atas pemindahan alur Sungai Penimur pada 2018.
Kemudian, sanksi penghentian operasional atas Kecelakaan dalam Aktivitas Pertambangan yang diberikan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang tidak diindahkan oleh PT Musi Prima Coal dan kontraktornya PT Lematang Coal Lestari pada 2021. Sanksi pemeriksaan dari Mabes Polri akibat perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan penambangan illegal yang dilakukan oleh PT Musi Prima Coal dan Lematang Coal Lestari pada 2021 – 2022
“Terakhir sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel akibat pembangunan pelabuhan batubara tanpa izin di wilayah Sungai Lematang pada 2022,” tuturnya.
Operasional perusahaan, kata Kevin masih terus saja berlanjut walaupun telah menerima beragam sanksi tersebut. “Kalau tidak ada ketegasan dari pemerintah, kejadian pelanggaran lingkungan tidak akan pernah ada hentinya. Inilah yang tidak kami inginkan. Kami harap ada pemerintah tegas menutup operasional perusahaan yang melanggar aturan kelestarian lingkungan. Sehingga menimbulkan efek jera bagi perusahaan lainnya,” tandasnya. [R]