Pecandu Wajib Rehab
LUBUKLINGGAU – PWI Lubuklinggau siap mendukung BNN Lubuklinggau dalam mengkomandoi upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Hal itu disampaikan Ketua Terpilih PWI Lubuklinggau, Iman Santoso saat audiensi dengan Kepala BNN Lubuklinggau, AKBP Himawan Bagus Riyadi SSi didampingi Kasubag Umum Apandi S di Kantor BNN Lubuklinggau, Jumat (25/11).
“Upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba tersebut harus dilakukan seluruh komponen masyarakat secara terus menerus. Makanya kami siap berperan dan mendukung BNN sebagai leading sektor dalam melakukan P4GN,” ucap Iman Santoso didampingi tiga Anggota PWI lainnya.
Iman menambahkan, bentuk dukungan dan peran PWI Lubuklinggau dimaksud bisa dilakukan dengan berpartisipasi melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya narkoba. Untuk itu lanjut Iman, pihaknya siap diibatkan dalam pelaksanaan program kegiatan BNN Lubuklingau.
Pada kesempatan itu, Iman Santoso tak lupa menyampaikan bahwa organisasi yang dipimpinnya telah melaksanakan konferensi untuk memilih ketua baru, Kamis (14/11) lalu. Setelah terpilih sebagai ketua, iman mengaku telah membentuk kepengurusan yang baru dan bakal segera dilantik Ketua PWI Sumsel, Jumat (9/12) mendatang di Gedung Cinema Lantai V Kantor Walikota Lubuklinggau.
Kepala BNN Kota Lubuklinggau, AKBP Himawan Bagus Riyadi menyambut hangat kunjungan PWI Lubuklingau. Ia memahami peran, tugas dan fungsi jurnalis yang profesional. Terutama membantu menyebarluaskan informasi dan sosialisasi program kegiatan kepada masyarakat. Demikian pula sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tupoksi BNN dalam upaya mencegah dan memberantas narkoba.
Menurut Himawan, salah satu regulasi yang perlu disosialisasikan dan dijadikan fokus perhatian yakni tersangka kasus narkoba yang semakin meningkat. Bahkan dominasi napi kasus narkoba juga terlihat di sejumlah lembaga permasyarakatan. Kondisi itu lanjut Himawan, memaksa negara harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk penghuni lapas.
“Terdakwa pecandu narkoba, rata-rata dijatuhi hukuman tiga hingga empat tahun penjara. Tentu negara lebih bisa menghemat anggaran apabila pecandu narkoba cukup direhabilitasi. Lagipula ini bersesuaian dengan pasal 54 UU 35/2009 yang menyebutkan pencandu dan korban penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial,” terang Himawan.
Ia menambahkan, banyaknya napi pecandu narkoba yang bercampur dengan kurir, pengedar dan bandar narkoba, membuka peluang petugas dan pegawai sipir lapas terpapar narkoba. Bahkan berpeluang terciptanya cluster baru jaringan peredaran gelap narkoba di lingkungan lapas.
“Belum lama ini kan terungkap dan menjadi viral, lapas menjadi tempat peredaran narkoba. Salah satu pemicunya karena penghuni lapas didominasi napi kasus narkoba. Napi pecandu, kurir, pengedar dan bandar narkoba digabung dalam satu tempat Makanya pecandu narkoba perlu dipisah dan cukup direhabilitasi,” jelas Himawan
Untuk diketahui, Ditjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (Badilum MA) menegaskan majelis hakim bisa memerintahkan hukuman rehabilitasi medis kepada pecandu narkotika. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 169/DJU/SK/PS.00/12/2020.
Dalam keputusan itu, MA juga meminta pengadilan wajib menyediakan daftar lembaga rehabilitasi medis atau sosial melalui koordinasi dengan BNN. Salah satu syarat pecandu bisa direhabilitasi dan tidak dipenjara yakni barang bukti saat ditangkap, jumlahnya terbatas hanya satu hari pemakaian. Hal itu sesuai dengan Peraturan Bersama Ketua MA, Menkum HAM, Menkes, Mensos, Jaksa Agung, Polri, dan BNN. (dkj)
//////
Syarat pecandu bisa direhabilitasi dan tidak dipenjara dengan BB terbatas yakni:
1. Sabu maksimal 1 gram.
2. Ekstasi maksimal 8 butir.
3. Heroin maksimal 1,8 gram.
4. Kokain maksimal 1,8 gram.
5. Ganja maksimal 5 gram.
6. Daun Koka maksimal 5 gram.
7. Meskalin maksimal 5 gram.
8. Kelompok psilosybin maksimal 3 gram.
9. Kelompok LSD maksimal 2 gram.
10. Kelompok PCP maksimal 3 gram.
11. Kelompok Fentanil maksimal 1 gram.
12. Kelompok Metadon maksimal 0,5 gram.
13. Kelompok morfin maksimal 1,8 gram.
14. Kelompok petidin maksimal 0,96 gram.
15. Kelompok kodein maksimal 72 gram.
16. Kelompok Bufrenorfin maksimal 32 gram.
(Sumber: Surat Keputusan Nomor 169/DJU/SK/PS.00/12/2020)