Kekerasan Terhadap Jurnalis, Begini Tanggapan Balon Ketua PWI Sumsel Kurnaidi

Berita, Sumsel567 Dilihat

LUBUKLINGGAU-Berdasarkan data IKP Dewan Pers, kebebasan pers di Sumsel tahun 2023 yaitu 70,83 poin. Angka ini menurun hingga 10,58 poin dibandingkan tahun 2022. Meski masih berada di kategori cukup bebas. Namun, kebebasan pers di Sumsel berada di peringkat 31 dari 34 provinsi di Indonesia. Salah satu contoh kasus kekerasan jurnalis di Kabupaten Musi Rawas dan Lubuklinggau beberapa waktu lalu.
Menanggapi permasalahan itu, Bakal Calon (Balon) Ketua PWI Sumsel, Kurnaidi merasa cukup prihatin atas kejadian tersebut. Menurut pria yang masih menjabat Ketua PWI Musi Banyuasin menceritakan, pengalamannya selama menjadi Ketua PWI Muba banyak menyelesaikan kasus kekerasan wartawan. Satunya, ada anggota pwi yang berselisih dengan Bupati, bahkan hingga wartawan itu dipenjara. Namun berkat kepemimpinan Kurnaidi dan kekompakan anggota, akhirnya berhasil mengeluarkannya dari tahanan polisi.
“Kami jelaskan persoalan wartawan, itu ada mekanisme sendiri. Jadi, saat itu kami mendobrak dan berhasil mengeluarkan anggota pwi dari tahanan,” tegas Kurnaidi, saat silatuhrahmi ke PWI Kota Lubuklinggau, Jumat (8/12/2023).

Mekanisme permasalahan wartawan, bila ada persoalan berita, tentu pimpinan redaksi yang menjabat dan Dewan Pers. “Bukan langsung ditangani aparat penegak hukum, tapi ada prosedurnya penyelesaian wartawan,” ujarnya.

Dia menambahkan, visi dan misi bila terpilih jadi Ketua PWI Sumsel, mulai melanjutkan program Firdaus Komar, yakni melaksanakan uji kompetensi, seminar dan lain sebagainya.
“Kita akan melanjutkan kepemimpinan Firko lebih baik lagi,” janjinya.

Sebelumnya, Kebebasan pers di Sumsel mengalami penurunan yang cukup siginifikan dibandingkan tahun 2022. Hal ini terbukti dari data Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2023 yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.

Berdasarkan data IKP Dewan Pers, kebebasan pers di Sumsel tahun 2023 yaitu 70,83 poin. Angka ini menurun hingga 10,58 poin dibandingkan tahun 2022. Meski masih berada di kategori cukup bebas. Namun, kebebasan pers di Sumsel berada di peringkat 31 dari 34 provinsi di Indonesia.

Menurut data Dewan Pers, penurunan IKP ini terjadi di tiga kondisi lingkungan yaitu, lingkungan fisik politik, lingkungan ekonomi dan lingkungan hukum.

Untuk Sumsel sendiri, lingkungan fisik dan Politik berada di peringkat 32 dari 34 provinsi. Kemudian, lingkungan ekonomi di peringkat 28 dari 34 provinsi. Sedangkan, lingkungan hukum diperingkat 27 dari 34 provinsi.

Menurunnya kebebasan pers ini diiringi dengan meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis setiap tahunnya seperti data yang dipublikasikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Pada tahun 2021 tercatat sebanyak 41 laporan, pada 2022, laporan kekerasan meningkat menjadi 61 laporan, dan pada tahun 2023 jumlah laporan kekerasan yaitu sebanyak 78 laporan.

Beberapa bentuk kekerasan jurnalis yang dilaporkan berupa ancaman, kekerasan fisik, kekerasan seksual atau berbasis gender, pelarangan liputan, pelecehan, penghapusan hasil liputan. Kemudian penuntutan hukum, perusakan atau perampasan alat, serangan digital dan teror disertai intimidasi.

Ironisnya, beberapa diantara kekerasan terhadap jurnalis yang dilaporkan ini justru dilakukan oleh aparat pemerintah dan aparat penegak hukum (APH).

“Lalu, bagaimana kita berbicara mengenai kebebasan atau kemerdekaan pers, ketika pemerintah atau pihak berwenang masih belum paham mengenai hal ini,” kata Ketua AJI Palembang, Fajar Wiko. (ag)