DPRD Kabupaten Trenggalek Setujui Raperda RTRW 2019-2039 Pemerintah Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur488 Dilihat

PILARSUMSEL ONLINE,

TRENGGALEK-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Trenggalek dan Pemerintah Kabupaten Trenggalek melaksanakan Persetujuan Bersama tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek, Rabu (23/12/2020), di Ruang Rapat DPRD, lantai 2.

Raperda tersebut telah melewati sejumlah prosedur dan telah dibahas oleh Pansus I DPRD Trenggalek.

Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, saat dikonfirmasi oleh awak media usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kabupaten Trenggalek, menyampaikan, penetapan Raperda RTRW menjadi Perda ini adalah sebuah kepastian hukum.

“Sebelumnya banyak yang melakukan pengajuan perijinan di RTRW, yang lama. Akan tetapi, karena delineasi peta kawasannya belum menyesuaikan dengan kondisi eksistingnya di lapangan, sehingga belum bisa mendapatkan ijin. Padahal di dalam substansi RTRW yang baru, sesuai peta geospasial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) itu, bisa masuk,” terangnya.

Gus Ipin juga menegaskan, untuk Perda RTRW yang saat ini, tidak memasukkan peta kawasan tambang di Kabupaten Trenggalek. Meskipun, menurutnya, ada daerah yang bisa di tambang dengan suatu syarat. Akan tetapi, di Perda RTRW yang sekarang, tidak memunculkannya. Arifin beralasan, dirinya menginginkan sebuah orientasi yang lebih kepada pembangunan ekonomi yang inklusif dan pro terhadap lingkungan.

Pada Perda ini, termasuk di antaranya, mengatur adanya reservasi atau perlindungan terhadap beberapa kawasan kars yang ada di Kabupaten Trenggalek.

“Saya rasa di Perda RTRW yang baru ini, akan balance atau seimbang, antara kepentingan presidential atau kepentingan permukiman, kawasan pertanian berkelanjutan, kawasan pertumbuhan ekonomi, serta perlindungan lingkungan,” ujar Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin.

Pada RTRW ini, Gus Ipin mengatakan, masa berlakunya selama 20 tahun ke depan.

Selanjutnya, akan mendetailkan dengan membuat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan diupayakan semaksimal mungkin, agar RDTR nantinya, bisa diaplikasikan dalam platform digital.

Sehingga, masyarakat atau pun calon investor, yang mau membeli tanah di suatu wilayah, bisa melihat terlebih dulu, untuk apa peruntukkannya. Hingga, tak ada lagi yang memohon di loloskan perijinannya, padahal sesuai RTRW, tidak memungkinkan.

Hal tersebut, menurutnya, juga merupakan amanah dari UU Cipta Kerja, yang mengamanatkan untuk mempermudah dalam hal perijinan.

Diakuinya, masih adanya beberapa catatan permasalahan yang belum terselesaikan, antaranya peralihan.

“Ada masyarakat yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), akan tetapi di delineasi peta digitalnya, masuk kawasan Perhutani,” jelasnya.

Atas permasalahan tersebut, dirinya, akan terus mencari solusi, dan melakukan kordinasi dengan pihak terkait, seperti Balai KPH Yogyakarta, untuk melakukan penarikan garis batas delineasi poligonal.

(bud)