MURATARA, pilarsumsel.com-Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara terus optimalisasi lahan terlantar. Sejak 2016 sampai dengan 2020, sudah 3000 hektar lahan yang sudah diaktifkan kembali dari lahan tidur (terlantar, red,) menjadi lahan produktif.
Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa kendala. Khususnya di Kecamatan Rupit, masyarakat saat hendak menggarap lahan sering kebanjiran hingga alami kekeringan saat musim penghujan.
“Di wilayah kito Muratara rato rato sawah tadah hujan, idak seperti di Tugumulyo Musi Rawas, ado irigasi besak. Dulu banyak yang besawah karno sering kekeringan jadi ditinggalkan,” kata Wasir, petani di Kecamatan Rupit, Rabu (25/11/2020).
Hal ini juga dialami di wilayah desa Bingin Rupit, Kecamatan Rupit Muratara, kepala desa setempat Hengki Basip membenarkan, jika di wilayah mereka banyak sawah yang ditinggalkan masyarakat. Namun mereka terus berupaya untuk melakukan optimalisasi dan mengajak masyarakat kembali ke ladang.
Pihaknya mengaku sempat terkendala untuk mengajak masyarakat kembali berladang. Namun kondisi itu berhasil setelah disiasati dengan sistem bagi hasil yang dilakukan Badan Usaha Milik desa dengan pemilik lahan.
“Dulu sawah di sini Selama puluhan tahun, ratusan hektar lahan potensi pertanian di desa kami hanya di tumbuhi ilalang tapi sekarang sudah kami garap bersama dan sudah banyak lahan yang difungsikan kembali dengan sistem bagi hasil,” timpalnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Muratara, Suhardiman, melalui Kabid Sarpas Ade Meri mengungkapkan, ada sekitar 7000 hektare lahan berpotensi di wilayah Muratara yang belum digarap maksimal.
Alasannya, lahan itu banyak ditinggalkan masyarakat karena dianggap tidak berpotensi menghasilkan sumber ekonomi. Pasalnya, mayoritas lahan pertanian di Muratara merupakan lahan sawah lebak, yang sering kebanjiran dan alami kekeringan di musim penghujan.
“Mayoritas kita sawah tadah hujan, jadi cuma bisa panen satu kali dalam satu tahun. Karena sering terkena bencana banjir dan kekeringan, banyak lahan sawah di wilayah kita ditinggalkan masyarakat,” katanya.
Dia mengungkapkan, pemerintah daerah sudah berupaya untuk meningkatkan potensi lahan tidur tersebut. Dengan melakukan optimalisasi seperti, menggunakan sistem pompanisasi, membuat saluran irigasi, hingga pembagian bibit dan lainnya.
“Saat ini sampai dengan 2020 sudah ada 700 hektare lahan yang kita kembalikan fungsinya. Dari program awal sampai saat ini sudah ada sekitar 2300 hektare. Artinya di 2020 ada 3000 hektare, lahan produktif di Muratara,” ucapnya.
Ade Meri mengungkapkan, untuk mengatasi masalah ekonomi yang sering dikeluhkan petani. Mereka terus mendorong peningkatan produksi pertanian di Muratara. Sehingga bisa panen dua kali dalam setahun.
“Saat ini sudah ada yang panen sampai tiga kali dalam setahun di Muratara. Meski rata rata banyak yang dua kali panen. Estimasi kuta 5 ton/hektar di 2020 ada sekitar 30.000 ton produksi padi di wilayah Muratara,” bebernya.
Meski masih ada sekitar 4000 hektar lagi lahan potensi yang belum digarap di Muratara, pihaknya menegaskan selalu melakukan pembukaan lahan secara bertahap. “Kita lakukan pembukaan lahan secara bertahap, untuk mengatasi masalah lahan di Muratara kita terapkan sistem pompanisasi, dan membuka saluran saluran irigasi,” tegasnya. (Iman Santoso/rlis)