Ketua Karang Taruna Kota Lubuklinggau
BERBAGAI macam arus issue semakin massif bertebaran di sosial media, hal ini mengingat dinamika perpolitikan menuju pemilu serentak tahun 2024 yang tengah berjalan. Tentu yang terjadi di media sosial menambah hingar bingar dan semarak pesta demokrasi menuju pemilu serentak tahun 2024. Wajar memang, karena pemilu nanti adalah pemilu pertama di Indonesia yakni penggabungan Pemilihan Presiden Wakil Presiden dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) terjadi secara bersamaan, secara otomatis proses pergantian kekuasaan dari tingkat Pusat sampai daerah terjadi secara besar-besaran, ada pihak yang menginginkan status quo, ada juga pihak yang mengatasnamakan koalisi perubahan, semuanya dimungkinkan di alam demokrasi kita, karena bagaimanapun juga rakyatlah yang pada akhirnya menjadi penentu dan pemegang keputusan tertinggi, Segala macam kompleksitas itu menjadi semakin menarik untuk diamati dan didiskusikan, ditambah lagi beberapa issue yang dewasa ini coba dimunculkan oleh berbagai macam pihak, mulai dari Wacana Penundaan Pemilu, Proporsional terbuka atau tertutup, sampai ada Putusan Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada KPU yang dinilai kontroversial sehingga memancing berbagai macam opini liar di masyarakat. Namun sayangnya, gegap gempita pesta demokrasi itu hanya terasa nuansanya dikalangan elite politik saja, manuver-manuver dengan segala macam pengejewanahannya menjadi dasar pembentukan opini yang hanya ramai dibicarakan di Ibukota sana, lalu bagaimana dengan masyarakat lainnya, bagaimana tingkat partisipasi politik mereka, sejauh mana kesadaran kolektif mereka bisa terbangun terhadap pentingnya partisipasi politik masyarakat terhadap berbagai macam diskursus yang ramai dibahas dan diberitakan oleh para elite di tingkat pusat, tentang pentingnya proses pergantian kekuasaan politik yang pada akhirnya menjadi tema diskusi yang juga menarik untuk dibahas oleh masyarakat kelas menengah ke bawah yang secara holistik menjadi representasi nyata dari partisipasi politik itu sendiri.
PARTISIPASI POLITIK
Menurut Ramlan Surbakti dalam buku Memahami Ilmu Politik (2005), partisipasi politik adalah segala bentuk keikutsertaan atau keterlibatan warga negara biasa (yang tidak memiliki wewenang) dalam menentukan keputusan yang dapat mempengaruhi hidupnya. Sedangkan menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari masyarakat dalam mengambil bagian dari proses pemilihan penguasa, baik secara langsung atau tidak, dan terlibat dalam pembentukan kebijakan umum. Bentuk partisipasi politik dapat terjadi jika ada kesadaran kolektif bersama tentang pentingnya partisipasi luas dari masyarakat dalam periode pergantian kekuasaan baik secara individu maupun kelompok. Bentuk partisipasi politik dalam arti luas dapat diukur dari sejauh mana dan seberapa massif Partisipasi masyarakat dalam pemilu, sehingga dapat dimaknai sebagai upaya sadar dan terstruktur masyarakat dalam memastikan proses pemilu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Partisipasi politik dalam Pemilu juga adalah bentuk konkrit dari pelaksanaan hak konstitusional warga negara dalam menentukan regenerasi kepemimpinan melalui proses formal pemilu. Upaya menciptakan kesadaran kolektif dari masyarakat sangat dibutuhkan agar partisipasi politik dapat terbentuk secara universal khususnya pada segment kaum pemuda.
PERAN PEMUDA DALAM PARTISIPASI POLITIK
Politik adalah cara untuk menguatkan, mempersatukan, dan berjuang melunasi janji-janji kemerdekaan Republik Indonesia. Politik juga merupakan alat paling efektif untuk membuat sebuah perubahan dan kemajuan bagi negara. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari peran yang dilakukan pemuda-pemudi Indonesia, saat mengambil bagian dari perubahan. Partisipasi mereka sangat dibutuhkan. Saat ini, banyak pemuda yang apatis terhadap politik di Indonesia. Kepercayaan mereka juga berkurang kepada lembaga politik karena pudarnya nasionalisme dan profesionalisme yang ada pada tubuh birokrasi di Indonesia. Padahal kenyataannya, politik adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan bermasyarakat. Banyak yang beranggapan dunia politik itu kotor, ganas, dan jauh dari kata baik. Nilai-nilai kebaikan yang dihasilkan dari politik kian memudar sehingga membuat kepercayaan masyarakat menurun. Di sinilah perpolitikan Indonesia membutuhkan sosok yang dapat membuka gerbang kesempatan untuk golongan pemuda untuk berkarya, bersuara, dan berperan dalam perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Peran pemuda dalam partisipasi politik secara yuridis, sudah terpenuhi melalui penentuan batas minimum usia. Namun, hal ini belum cukup karena masih ada kemungkinkan keterlibatan pemuda hanya difungsikan oleh sebagian elite partai sebagai kendaraan politik. Pandangan-pandangan politik pemuda akan diarahkan kepada hal konvensional sehingga tidak akan maju. Oleh karena itu, perlu sebuah perubahan paradigma berpikir terhadap partisipan politik, yang tidak hanya cukup dengan gagasan akan regenerasi secara semu. Karena peran pemuda dalam pengawalan dan penentuan pergantian kekuasaan di Pemilu serentak Tahun 2024 sangat besar baik dari proses pemilihan maupun pengawasan.
PERAN PEMUDA DALAM PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM
Pengawasan partisipatif dilakukan pemuda menjadi momok penting untuk mendukung terlaksananya pemilu yang bersih, berintegritas, dan minim kecurangan, kesadaran Kolektif serta aksi nyata dalam pengawasan pemilu nantinya dapat menjadi kunci dan tonggak bagi tegaknya demokrasi di Indonesia. Pengawasan pemilu bukan hanya tugas penyelenggara pemilu, tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab semua warga negara yang telah mempunyai hak pilih. Khususnya bagi pemuda, harus mampu menebar energi positif, menebarkan virus-virus kebaikan, utamanya dalam hal pelaksanaan pengawasan pemilu partisipatif. Peran pemuda dalam pengawasan dapat dilakukan setidaknya melalui dua pendekatan, yang pertama Pendekatan kultural, Pendekatan kultural dapat dilakukan dengan mengubah mindset masyarakat seperti budaya permisif, politik parokial, juga Penguatan norma melalui rekonstruksi norma sosial, budaya, dan agama, yang kedua Pendekatan struktural, Fungsi kontrol terhadap netralitas penyelenggara pemilu dan aparat pemerintah (ASN, TNI /POLRI dan aparat desa) sangat bisa dilakukan oleh pemuda. Saluran dan sarana dalam pengimplementasian kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan melalui pertemuan umum, konten edukatif di media sosial, relawan siber, membuat acara deklarasi kampung anti politik uang, dan juga secara konsisten mendorong peran penyelengara pemilu dalam penegakan hukum pemilu, dengan membuat pelaporan pada setiap dugaan tindak pelanggaran pemilu serta menjalin kemitraan strategis dengan penyelenggara pemilu.
PENUTUP
Sebagai generasi penentu arah bangsa, banyak catatan sejarah yang telah membuktikan bahwa peran kaum muda dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara telah diakui dan teruji oleh zaman, sudah menjadi hukum alam bahwa generasi yang baru akan menggantikan generasi yang lama. Sebagai representasi kaum muda, generasi saat ini adalah pemegang tonggak estafet menuju ke era selanjutnya, Bung Karno Pernah mengatakan, “berikan aku seribu orang tua, maka akan kucabut Sumeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia.” Maka tidak salah jika kaum muda adalah memiliki peran strategis yang dimiliki akan dapat mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yang dilandaskan pada perilaku didalam proses pengawalan pergantian kekuasaan, juga secara legal dapat mempengaruhi proses seleksi kepemimpinan pejabat negara dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah, Kepekaan akan tanggung jawab terhadap nasib bangsa kedepan adalah tantangan tersendiri , dibutuhkan kerja nyata dan kesadaran kolektif untuk membangun budaya politik yang bersih dan bermartabat bagi keberlangsungan perjalanan Bangsa Indonesia kedepan. Untuk itu mari kita kaum muda terus bergandengan tangan, jangan berhenti karena Bangsa ini belum selesai, bangsa ini harus terus dilanjutkan, dan bangsa ini harus terus ada sampai bumi ini berhenti berputar. (*)
Penulis : Ketua Karang Taruna Kota Lubuklinggau