JAKARTA-Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers kerap menerima aduan terkait status ganda wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Warga utamanya narasumber banyak yang resah dengan status ganda wartawan dan LSM tersebut.
Dalam aduan tersebut, tidak jarang media di dalam pemberitaan menyebutkan pernyataan anggota atau pimpinan media dengan atribut pimpinan/aktivis LSM.
Padahal, harusnya posisi ganda tersebut tidak campur aduk.
Selain itu, dalam menjalankan kegiatan jurnalistik, wartawan juga kerap mengaku sebagai anggota LSM atau aktivis organisasi massa tertentu.
Namun hasil penggalian data dengan status LSM justru dijadikan berita tanpa memberitahukan kepada orang yang diwawancarai.
Dewan Pers lantas mengeluarkan seruan DP dengan Nomor: 02/S-DP/XI/2023 yang berisi tentang perangkapan profesi wartawan dan keanggotaan LSM.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan para wartawan terkait sejumlah hal.
“Ada beberapa point yang harus kami ingatkan kepada teman-teman jurnalis. Salah satunya Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik,” ujarnya, seperti dikutip media online nesiatimes.com pada Rabu (22/11/2023).
Selanjutnya, Ninik menyebut Pasal 1 butir 1 UU tersebut juga sebagai pembatas yang jelas antara jurnalis dengan LSM.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Lalu Ninik juga mengingatkan seluruh jurnalis tentang Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik.
Aturan tersebut menyatakan Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
Kemudian pada Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Cara-cara profesional tersebut antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.
Di samping itu, Ninik menyatakan bahwa menjadi anggota LSM merupakan hak asasi dan hak konstitusional, termasuk bagi wartawan.
Oleh karena itu, pihaknya tidak melarang wartawan untuk menjadi anggota LSM atau organisasi massa tertentu.
Kendati demikian, sebagai wartawan profesional perlu melakukan sejumlah hal demi menjaga independensi serta menghindari konflik kepentingan.
Salah satunya, tidak melakukan kegiatan jurnalistik apabila ada peristiwa yang menyangkut kepentingan LSM yang dipimpin/diikuti wartawan tersebut.
Atau, kata Ninik, akan lebih baik bila wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan/aktivitas LSM atau organisasi kemasyarakatan tertentu demi menjaga kemurnian pers profesional. (sumber nesiatime.com)