Terkait Peraturan Mendikbudristek RI Nomer 30 Tahun 2021, Ini Tanggapan Dari Ketua STIHPADA

Berita433 Dilihat

 

Palembang, pilarsumsel.com- Terkait tentang adanya pembentukan satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi mengenai peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbudristek RI) Nadiem Makarim yakni Peraturan Mendikbudristek RI Nomer 30 tahun 2021.

 

Ketika ditanya hal tersebut mendapat respon dari ketua perguruan tinggi swasta dikota Palembang yakni Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh, SH.,MHum.,CTL, saat ditemui diruang kerjanya, Rabu (17/11/2021).

 

Dikatakan Dr Firman Freaddy Busroh, jadi saya melihat latar belakang timbulnya Peraturan Mendikbudristek RI Nomer 30 tahun 2021 itu bermaksud baik, antara lain untuk mencegah terjadi kasus-kasus kekerasan seksual maupun pelecehan seksual dilingkungan kampus.

 

“Untuk itu memang kita perlu menyambut niat baik daripada Menteri untuk melakukan pencegahan pelecehan seksual dilingkungan perguruan tinggi,” ujarnya.

 

Kemudian, kasus-kasus pelecehan seksual dikampus itu memang seperti sering kali terjadi dan memang selama ini banyak yang ditutup-tutupi, diantara lain karena menyangkut nama baik perguruan tinggi tersebut. Dengan adanya Peraturan Mendikbudristek RI ini tentunya pihak kampus tidak bisa lagi menutupi pelecehan seksual yang ada.

 

“Baik itu antara dosen dengan mahasiswa, mahasiswa dengan mahasiswa. Tentunya kita berharap dengan adanya Peraturan Mendikbudristek RI bisa ditindak lanjuti dengan peraturan dikampus tersebut,” ungkapnya.

 

Masih menurutnya, dimana itu bisa mempertegas serta memperjelas lagi kriteria pelecehan seksual seperti apa yang bisa dilaporkan dan juga dapat ditindak lanjuti oleh Majelis Kode Etik profesi. Untuk mengenai sanksi merajut kepada peraturan Mendikbudristek RI Nomer 30 serta Peraturan kampusnya.

 

“Bisa dari misalnya di non aktifkan dan paling beratnya adalah pemberhentian tetap. Memang peraturan Mendikbudristek RI itu harus ditindak lanjuti dengan peraturan yang akan dibuat oleh kampus tersebut,” katanya.

 

Lanjutnya, nanti dibuat kriterianya seperti apa bentuk-bentuk perbuatan pelecehan seksual yang secara jelas dan tegas. Apa itu berupa fisik atau verbal itu juga harus nanti ditindak lanjuti dengan peraturan, sehingga peraturan tersebut tidak menjadi ambigu, ataupun multipenafsirannya untuk didalam pelaksanaannya.

 

“Kalau dari kacamata saya tentunya maksud daripada terbitnya peraturan Mendikbudristek RI Nomer 30 tahun 2021 itu adalah untuk mencegah upaya preventif terjadi pelecehan seksual disekitar kampus,” bebernya.

 

Masih disampaikannya, memang pada beberapa pasal itu memang ada yang kontroversi, karena disana ada rasa persetujuan atau tidak persetujuan. Dimana pada kalimat tersebut, seakan-akan apabila disetujui maka itu tidak jadi masalah. Memang saya menyarankan ada baiknya peraturan Mendikbudristek RI direvisi. Dengan menghapuskan dengan rasa tersebut agar tidak menjadi ambigu ataupun multitafsir.

 

“Sehingga lebih tegas bahwa apapun perbuatan pelecehan seksual yang dilakukan disekitar kampus, baik itu disetujui ataupun tidak disetujui sebenarnya itu tidak boleh dilegalkan,” jelasnya.

 

Ditambahkannya, kalau dikampus kami yakni di PTS STIHPADA Palembang itu ada Majelis Kode Etik Dosen. Jadi setiap ada laporan yang terkait dengan sengketa ataupun konflik baik itu dosen dengan dosen, ataupun dosen dengan mahasiswa dan mahasiswi tentunya kami akan melakukan sidang kode etiknya.

“Kami akan mempelajari kasus tersebut, apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak. Harapan kita tentunya kita berharap bahwa prilaku dosen dan juga mahasiswa agar dapat tertib dan lebih baik lagi,” tegasnya. (Vina)