Terkaitan Berqurban dalam Islam, Ini Penjelasan Ustadzah Tobel Nursebsa

LUBUKLINGGAU-Menjelang hari raya Idul Adha tentunya banyak yang melakukan ibadah Qurban. Tujuannya tidak lain, untuk beribadah dan meningkatkan iman dan takwa. Lantas apa manfaat berkurban, ini dijelaskan Ketua Majelis Taklim Masjid Fisabilillah Perum Green Garden Lubuklinggau dalam kajian Islam setiap bulannya.

 

 

Ustadzah Tobel Nursebsa, M. Pd menerangkan bahwa dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman tentang perintah berqurban, yang menjadi landasan bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah qurban “Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2).

Istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan Al Udh-hiyah yang artinya hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366).

Dalam Islam, berqurban merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang mampu dan memiliki kelebihan harta. Namun ada dua pandangan mengenai hukum dalam berqurban.

Pertama, hukum berkurban adalah wajib dengan ketentuan mampu dan memiliki kelebihan harta. Pendapat ini diungkapkan oleh Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408)

Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain.

Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).

Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih)

Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454).

Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat.

Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120).

Berqurban bukan hanya sekedar ritual keagamaan, tetapi juga memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh individu dan masyarakat. Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)

Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban.

Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban.

Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah (lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521).

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2).

Ibadah qurban merupakan salah satu ritual penting dalam agama Islam yang dilakukan setiap tahun pada saat hari raya Idul Adha. Selain sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT, qurban juga memiliki dimensi sosial yang sangat penting dalam mempererat kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama. Namun, untuk menjalankan ibadah qurban dengan baik, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang etika dan tata cara yang sesuai dengan ajaran Islam.

Ibadah yang benar, iklas dan sabar adalah ketentuan diterimanya ibadah kita oleh sebab itu Majelis Taklim Fissabilliah mengajak Bapak/Ibu untuk menghadiri kajian Fiqh Qurban.

“Agar kita mengetahui ketentuan Qurban yang disyariatkan oleh agama kita, sehingga Qurban kita tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang di Terima di sisi Allah SWT. Aamiin,” paparnya. (**)