pilarsumsel.com Trenggalek, Jawa Timur – Dulu tradisi lebaran ketupat hanya berlaku di lingkungan keluarga yang dikenali sebagai tokoh penyebar agama Islam di wilayah Durenan-Trenggalek, KH Abdul Mashir atau Mbah Mesir.
Saat itu, tradisi santap kupat yang diperkenalkan Sunan Kalijaga dilakoni Mbah Mesir dengan mengundang santri dan warga sekitar sebagai bentuk syukur setelah menjalani ibadah puasa sunah Syawal selama enam hari berturut-turut, mulai H+2 bulan Syawal atau sehari setelah Hari Raya Idul Fitri.
Dalam perjalanan waktu, sejak kebiasaan melakoni puasa syawal itu diajarkan Mbah Mesir sejak pertengahan abad 19 (Mbah Mesir meninggal pada 1861 Masehi) di lingkungan Ponpes Babul Ulum, Desa Durenan, tradisi itu menyebar di lingkungan pondok dan masyarakat sekitar.
Hampir dua abad tradisi itu bertahan, bahkan terus berkembang, kini nilai-nilai kearifan lokal itu menyebar hampir di semua desa di Kecamatan Durenan.
Bahkan saking ramainya pengunjung perayaan lebaran kupatan tersebut, hingga Pemkab Trenggalek mengadakan acara sejenis di berbagai Desa atau Kelurahan, misal di Kelurahan Kelutan, Desa Karangsuko, dan di wilayah Kecamatan Gandusari, untuk memecah kearifan lokal tersebut. Agar tidak terkumpul di satu kecamatan Durenan saja dan menyebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Trenggalek.
Mereka membagikan kupat atau lontong bersama sayur dan lauk pauknya gratis ke tetangga, kerabat, sahabat, hingga para pengunjung yang datang ingin merasakan kemeriahan lebaran ketupat, tentu saja yang dinikmati adalah suguhan yang telah disediakan oleh pemilik rumah ataupun di tenda-tenda yang ada di sepanjang jalan, yang oleh masyarakat disediakan untuk para pengguna jalan.
Hal tersebut membawa rejeki bagi para pedagang yang menjajakan dagangannya di tempat-tempat yang banyak di kunjungi oleh masyarakat. Misal, rumah pengasuh ponpes, rumah Kepala Desa, dan sebagainya.
Ada pedagang bakso, penthol cilok, bahkan pedagang mainan anak-anak, tak ketinggalan memanfaatkan momen ini, Senin (9/5/2022).
Hadi, nama pedagang penthol cilok yang berasal dari Desa Ngadirenggo Kecamatan Pogalan pun merasakan manisnya berkah rejeki pada lebaran ketupat ini.
“Alhamdulilah, sangat laris. Mungkin acara ini adanya setahun sekali. Apalagi selama dua tahun kan ada pandemi Corona atau Covid-19, meski sekarang diperbolehkan, namun saya dan pembeli tetap menjaga prokes,” terangnya.
Senada dengan Hadi, Pairin pedagang mainan anak-anak asal Desa Pakel Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung mengatakan bahwa dagangannya laku terjual, tidak seperti hari-hari biasanya.
“Kemarin bulan puasa Ramadhan, yang punya anak fokusnya kan menyediakan hidangan sahur dan berbuka puasa serta Hari Raya Idul Fitri. Nah, sekarang anak-anak kan masih pegang uang sangu dari pemberian orang-orang tercinta, makanya sebagian dari mereka membeli dagangan saya,” tuturnya.
Memang kemeriahan perayaan lebaran ketupat tahun ini, makin meriah saja – apalagi selama dua tahun tanpa silaturahmi karena pandemi – , serta membawa berkah serta rejeki bagi masyarakat Durenan dan sekitarnya.
Semoga saja pandemi ini berlalu, dan hanya menjadi endemi.
(bud)