PILARSUMSEL.COM, JAKARTA– Mendengar nasib guru honorer selalu membuat hati pilu. Tanpa kejelasan status, upah kecil hingga kesejahteraannya belum dapat dipastikan. Sudah mengabdi selama puluhan tahun, tetapi masih ditemukan guru honorer dengan gaji Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan.
Para pengamat pendidikan menilai, kondisi tersebut tidak dapat diselesaikan dengan sistem yang ada saat ini yaitu salah satunya melalui perekrutan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, perlu ada pembenahan tata kelola yang harus dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Problem SDM guru kita tidak bisa diselesaikan dengan cara merekrut guru seperti ini tetapi memang harus dibenahi tata kelola secara menyeluruh mulai dari kita melihat dulu inventarisir sebenarnya kita butuh guru berapa sih. Karena kalau kita lihat data di Kemendikbud sendiri guru kita kebanyakan jumlahnya,” kata Indra, Sabtu (18/9/2021).
Dia mengatakan, jumlah guru yang terlalu banyak juga disebutkan dalam data Bank Dunia. Hal itu juga berpengaruh pada upah guru honorer yang selama ini dinilai tidak sejahtera. Kondisi simpati pada guru honorer memang benar adanya, namun menurutnya tak akan menyelesaikan permasalahan guru di Indonesia.
“Karena kita tata kelolanya nggak jelas. Bank dunia juga mengatakan karena jumlah guru Indonesia kebanyakan, nggak heran kalau anggarannya akan terserap oleh guru,” ujarnya.
Dia mencontohkan, jika satu sekolah membutuhkan guru sebanyak 20 orang namun kondisi nyatanya ada 40 orang maka pemerataan gaji akan lebih sedikit. Katakanlah (contohnya) tiap guru digaji Rp 2 juta dengan anggaran sekolah Rp 80 juta. Jika sekolah tersebut cukup 20 guru dengan anggaran Rp 80 juta maka tiap guru dapat Rp 4 juta.
“Kalau jumlah guru kita kebanyakan otomatis penghasilannya akan sedikit. Makanya datanya diluruskan dulu. Data dari Kemendikbud kita kelebihan guru kenapa harus rekrut lagi? Itu diluruskan dulu,” tuturnya.