JAKARTA, pilarsumsel.com– Kejaksaan Agung telah menyelamatkan keuangan negara lebih dari Rp19 triliun selama satu tahun kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. “Dalam setahun periode Jaksa Agung Burhanuddin menjabat yakni sejak Oktober 2019 hingga Oktober 2020, Kejaksaan telah melakukan penyelamatan keuangan negara dengan total Rp19.629.250.912.165 dan RM 1.412,” ungkao Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/10/2020).
Hari merinci Bidang Pidana Khusus Kejagung telah berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp18.723.983.669.675,90.
Sementara Bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia telah menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp905.267.242.490 dan RM 1.412 dan aset seperti benda bergerak dan tidak bergerak.
Kejaksaan Agung juga tercatat telah mengembalikan keuangan negara dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama satu tahun terakhir.
Uang negara yang dikembalikan Bidang Pidana Khusus di seluruh Indonesia sebesar Rp7.028.705.921.302.
Sementara PNBP yang diperoleh dari denda perkara sebesar Rp48.873.534.660 dan PNBP dari biaya perkara sebesar Rp66.042.761.343.
Hari menuturkan selama kepemimpinan Burhanuddin sebagai Jaksa Agung, Burhanuddin telah menerbitkan tujuh kebijakan utama bagi seluruh jaksa di Indonesia.
Kebijakan itu yakni penegakan hukum tidak lagi menitikberatkan kepada jumlah perkara korupsi yang ditangani, namun lebih kepada upaya untuk menjamin suatu wilayah bebas dari korupsi.
Kemudian penegakan hukum guna mendukung investasi, baik di pusat maupun di daerah, mendata dan mengalihkan fasilitas umum.
Selanjutnya fasilitas sosial, maupun aset-aset lainnya milik pemerintah yang terbengkalai, tidak terurus, atau dikuasai oleh pihak lain dengan melibatkan instansi terkait.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung keberhasilan tugas-tugas Kejaksaan.
Sasarannya menciptakan mekanisme pengawasan yang ketat untuk menjaga konsistensi pelaksanaan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
“Diperlukan sistem complain and handling management yang mampu meningkatkan pelayanan hukum terhadap masyarakat,” kata Hari.
Ketujuh, inovasi yang telah diterapkan selama ini di satuan kerja dan terbukti dapat mengoptimalkan kinerja secara efektif dan efisien, harus dapat diimplementasikan dalam skala nasional. (oke/sep)
sumber : siberindo